Pemerintah
Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika hari ini mengumumkan
telah mematikan akses ke aplikasi pesan instan Telegram. Meski memilik basis
pengguna yang cukup banyak, aplikasi ini ternyata sudah dicap kontroversial di
negara asalnya, Rusia.
Tingkat enkripsi yang membuatnya sulit dibobol membuat Telegram kian populer. Bahkan, layanan tersebut menjadi aplikasi paling populer di toko aplikasi Rusia dan menjadi bahan diskusi panas di Kremlin.
Tingkat enkripsi yang membuatnya sulit dibobol membuat Telegram kian populer. Bahkan, layanan tersebut menjadi aplikasi paling populer di toko aplikasi Rusia dan menjadi bahan diskusi panas di Kremlin.
Kendati demikian, juru bicara Pemimpin Rusia Vladimir Putin hingga pemberitaan media lokal justru mendiskusikan kemungkinan aplikasi ini ditutup. Ada beberapa hal yang membuatnya kontroversial.
"Ini aneh, kami belum pernah menerima permintaan/komplain dari pemerintah Indonesia. Kami akan segera menyelidiki dan membuat pernyataan," kicau Durov melalui akun Twitter-nya @durov.
Jumat (14/7/2017), Durov merespons pemblokiran ini setelah salah satu warganet Indonesia me-mention Durov dengan berkicau, "Papa @durov apakah kamu mendengar bahwa Telegram akan diblokir di Indonesia? Saya sangat sedih jika itu terjadi," tulis pemilik akun @auliafaizahr.
Sejak siang ini, banyak warganet yang mengeluhkan tak dapat mengakses situs web Telegram di Twitter.
Ketika situs Telegram dibuka, akan muncul keterangan yang menyebut situs tersebut tidak aman. Selain kicauan di Twitter, petisi menolak pemblokiran situs Telegram di Change.org ternyata sudah bergaung.
Ketika situs Telegram dibuka, akan muncul keterangan yang menyebut situs tersebut tidak aman. Selain kicauan di Twitter, petisi menolak pemblokiran situs Telegram di Change.org ternyata sudah bergaung. Petisi itu sudah ditandangani 797 pendukung. Petisi butuh setidaknya 203 tanda tangan lagi agar dapat mencapai kesepakatan petisi yang diharapkan.
"Memblokir Telegram dengan alasan dijadikan platform komunikasi pendukung terorisme, mungkin mirip dengan membakar lumbung padi yang ada tikusnya," tulis dekripsi dalam petisi itu.
Seperti
WhatsApp, Telegram menawarkan layanan pesan terenkripsi yang memungkinkan
pengguna untuk berkomunikasi tanpa catatan di server perusahaan sendiri.
Percakapan rahasianya menggunakan enkripsi end-to-end.
Mereka juga memungkinkan pengguna mengatur waktu untuk menghancurkan pesan yang berkisar dari dua detik hingga satu minggu. Ini artinya, pengirim dan penerima pesan sendiri tidak bisa melihat percakapan lama mereka.
0 comments:
Post a Comment