Bumi kita
dikelilingi banyak sampah berupa bangkai-bangkai satelit, pecahan-pecahan
roket, dan benda-benda tak berguna lain yang terbuat dari besi maupun plastik.
Teknologi semakin
maju, keberadaan benda-benda di ruang angkasa juga semakin meningkat. Negara-negara
maju berlomba-lomba mengirimkan benda-benda ke angkasa tersebut, seperti
satelit dan sebagainya yang digunakan untuk penelitian berbagai bidang ilmu
pengetahuan atau untuk kepentingan lainnya.
Benda-benda yang
dikirimkan ke angkasa tersebut tidak selamanya berfungsi. Jika telah rusak atau
tak berfungsi maka mereka akan mengirimkan yang baru. Bagaimana dengan
benda-benda yang tak berfungsi di ruang angkasa? Seberapa banyak benda-benda
tersebut di luar sana? Bagaimana jika benda-benda tadi jatuh ke bumi secara
bersamaan? Benda-benda yang tidak terpakai itu kita sebut dengan sampah
antariksa.
Sampah
Antariksa adalah koleksi objek-objek di orbit sekitar bumi hasil buatan manusia
yang sudah tidak dapat digunakan lagi manfaatnya. Biasanya objek-objek ini
berupa potongan roket, satelit yang sudah tidak berfungsi dan puing-puing objek
buatan manusia lainnya, objek-objek ini sering menjadi ancaman bagi operasi
luar angkasa.
Sampah-sampah
yang melesat di orbit Bumi ini berpotensi bahaya, karena bisa menabrak dan
merusak satelit atau pesawat antariksa lainnya yang beroperasi di antariksa.
Selain itu, sewaktu-waktu benda-benda yang sudah tak ada fungsinya itu akan
jatuh ke bumi. Aktivitas astronot di ruang angkasa juga akan terganggu akibat
sampah antariksa tersebut.
Pada 2012 saja
badan antariksa Swiss memperkirakan ada lebih dari 16.000 objek yang berukuran
lebih dari 10cm dan ratusan juta objek yang lebih kecil. Namun, European Space
Agency (ESA) memperkirakan bahwa pada saat ini, ada sekitar 170 juta keping
puing-puing ruang angkasa yang mengorbit bumi, yang meluncur di sekitar
atmosfer bumi pada kecepatan delapan kilometer per detik atau lebih dari 25
ribu kilometer per jam, 10 kali lebih cepat dari peluru.
Tabrakan dengan
sampah ruang angkasa berukuran satu sentimeter saja memiliki kekuatan energi
yang setara dengan sebuah granat tangan.
Sampah ruang
angkasa tidak hanya ancaman bagi penerbangan pesawat ruang angkasa yang
berawak, tetapi juga untuk satelit yang akan berdampak pada kehidupan kita
sehari-hari. Disitulah peran pembersih sampah ruang angkasa diperlukan. Sejauh
ini para ilmuwan sudah mengerahkan berbagai cara untuk mengatasi sampah
antariksa.
Perusahaan layanan satelit berbasis
di Singapura, Astroscale, saat ini tengah mengembangkan dua jenis satelit. Satelit
pertama yaitu satelit mikro yang akan mengumpulkan data real time sampah ruang
angkasa yang ukurannya lebih kecil dari satu milimeter. Satelit kedua, disebut sebagai End of Life
Service (ELSA), yang di fungsikan untuk menangkap dan menghapus pesawat ruang
angkasa yang tidak berfungsi milik operator satelit. Setelah ditangkap, ELSA
akan memaksa sampah turun ke atmosfer bumi sehingga terbakar.
ELSA dilengkapi
dengan dengan kamera serta sensor sehingga bisa menentukan lokasi satelit yang
akan ditangkap. Astroscale berencana akan melakukan uji coba ELSA pada Oktober
2019.Komite Koordinasi Sampah Ruang Angkasa Antar Antariksa memiliki pedoman
umum bahwa satelit dan pesawat ruang angkasa harus dikembalikan ke atmosfer
bumi dalam waktu 25 tahun setelah masa operasinya berakhir.
0 comments:
Post a Comment